Thursday, May 7, 2020

Relasi Keluarga di Tengah Pandemi Corona

Di tahun 2020 ini, mungkin beberapa post ditulis dalam gaya Bahasa serius, or maybe only this one 😝😝

Masa #StayAtHome karena pandemi Corona ini merupakan masa yang tidak terlalu mudah atau bahkan sulit bagi beberapa orang, khususnya dalam hal rmengurus relasi dalam keluarga.

Banyak dari kita yang biasanya mempunyai rutinitas seabrek, mengharuskan kita menghabiskan lebih dari setengah hari di luar rumah. Contohnya saya, bekerja dari jam 7.00 – 16.00, kasih les privat jam 17.00-18.00, dan beberapa hari mengiringi latihan paduan suara jam 19.00-21.00. Kalau dihitung, rata-rata waktu saya di rumah cuma 8 jam, itu pun asli cuma untuk mandi, nengok akun lambe turah, dan istirahat. Bahkan makan saja sangat jarang di rumah. :D

Sebagai contoh lain, saya mengambil schedule teman saya. Sebut saja Budi. Budi adalah pegawai kantoran yang kerja pukul 9.00 to 17.00 (begitu teorinya, kalau tidak lembur). Tentu dia harus berangkat jam 7 pagi dan sampai rumah biasanya jam 9 malam. Kalau dihitung durasi Budi di rumah, yaitu 9 jam. Sembilan jam itu full dipakai untuk istirahat demi semangkuk marugame udon dan segelas boba keesokan harinya.

Melihat jadwal dan kesibukan manusia di zaman sekarang, rasanya interaksi antar anggota keluarga terjadi sangat minim. Orang tua yang seharian bekerja pasti langsung pingin istirahat begitu sampai rumah. Pun anak-anak yang seharian sekolah dan les, ketika sampai rumah rasanya ingin langsung masuk kamar, kerjakan tugas sekolah, chatting sama gebetan (kalau ada), lalu tidur.
Interaksi antar orang tua-anak dan kakak-adik sangat jarang terjadi. Bahkan menanyakan kabar pun menjadi sebuah kemewahan. 
Namun di sisi lain, bagi beberapa orang yang kurang klop dengan anggota keluarganya, kesibukan sehari-hari ini ternyata menjadi penyelamat dari gesekan dan keributan yang bisa terjadi di rumah. 

Lalu apa hubungan Pandemi Corona dengan relasi antar anggota keluarga?

Hubungan antara relasi anggota keluarga dengan pandemi coronavirus menjadi topik yang menarik bagi saya. Karena pandemi ini, semua orang dihimbau untuk stay at home, bekerja di rumah, belajar di rumah, dan beribadah di rumah, untuk mengurangi atau memperlambat penyebaran virus corona.

Masalahnya tidak berhenti di situ. Bisa saja tiap anggota keluarga bekerja di ruang masing-masing di rumah, tapi tak bisa dipungkiri bahwa terjadi lebih banyak interaksi antar anggota keluarga. 
Apalagi bagi keluarga yang sangat sibuk, mungkin ini menjadi momen dimana mereka sadar bahwa mereka punya 2 anak, suami tahu bahwa istrinya paling suka sayur kangkung, orang tua tahu bahwa anak paling besarnya sudah punya pacar, anak nomor dua mengidolakan Alm. Didi Kempot, anak paling kecilnya belum lancar membaca, atau bahkan ternyata si ayah punya selingkuhan cantik (korban drama World of the Married). Hahahaha. 

Contoh nyatanya terjadi di kalangan orang tua murid. Seperti yang sudah tersebar di internet, pernah ada screenshot chat viral tentang orang tua murid yg curhat kepada guru, menyampaikan uneg-uneg tentang sistem pembelajaran dari rumah. Saya pun pernah dicurhatin orang tua tentang betapa sulitnya mengatur dan membimbing anak mereka untuk belajar dan mengerjakan tugas. Kata mereka, “Duh mama-mamanya jadi hipertensi, Miss. Kata anak-anak, lebih baik gurunya. Udah gitu kan biasanya guru lesnya yang bantuin. Mami taunya beres. Huhuhu.”
Saya pingin balas “Heheh monmaap buk, cuma ngurus satu – dua anak kok seakan-akan mau kiamat gitu loh, bu. Saya ngurusi 24 anak dalam satu kelas slow aja.” Pingin juga balas, “Sekarang tahu kan, gimana kelakuan asli anaknya…” Hahahaha. :D 


Well, sekarang tugas saya nambah. Selain bikin video dan material yang menarik bagi murid-murid, saya juga harus terima curhat dan ngademin mami-mami. Ya rabb.. kuatkan hambaMu ini…
(Bukan satu – dua orang yang curhat, tapi banyak. Hadeuuu, mungkin besok saya akan alih pekerjaan menjadi psikolog.) XD

Ini hanya satu contoh sederhana tentang bagaimana orang menyikapi perubahan di masa pandemic ini.

Karena semua anggota keluarga beraktivitas di rumah, mula muncullah isu-isu yang sebetulnya ndak penting-penting amat-tapi-bisa-menjadi-perang dunia 3. Suami secara tidak sadar meributkan variasi makanan di meja, istri kewalahan ngurusi kebersihan rumah, orang tua kewalahan ngurusi anak, kakak-adik mulai meributkan snack di kulkas. 

Ya memang wajar.. Semakin sering ketemu, semakin banyak interaksi, semakin besar kemungkinan untuk bersenggolan. :D


Oleh karena itu, di hari yang berbahagia ini, melalui post sok tahu ini, saya ingin mengajak kita semua untuk bersabar sedikit. Kita semua sedang berada di masa yang tidak mengenakkan. Semua harus bisa saling toleransi, saling menjaga perasaan orang lain, saling menghargai waktu, saling memperhatikan apa yang orang lain suka atau tidak, saling memperhatikan pemilihan kata dan tingkah laku, dan lain sebagainya.

Saya memilih kata “saling” untuk mengingatkan kita bahwa hal ini berlaku dua arah. Contoh sederhananya: Kakak menghargai waktu adik dan adik menghargai waktu kakak. Bukannya kakak ndak ngikutin jadwal dan adik harus sabar dan toleransi.
Kakak bantu menjaga kebersihan rumah dan adik juga harus melakukan hal yang sama. Bukannya adik malas-malasan dan kakak sabar dan bertoleransi. 

Saya tahu bahwa kita memang harus bisa menerima kekhilafan orang lain dan mengampuni kesalahan orang, tapi seyogianya kita juga harus berusaha untuk tidak mejadi batu sandungan bagi orang lain.

Kalau khilaf sekali, dua kali, ya wajar. Tapi kalau berulang-ulang, atau bertahun-tahun, ya berarti memang sudah jadi pengikutnya eyang Lucifer. :D

Contoh penerapan perilaku “saling” di keluarga kami yaitu dengan membuat jadwal harian. Jadwal itu lengkap dengan jam, menit dan detail aktivitasnya. Tujuannya semata-mata agar kami bisa saling menghargai waktu orang lain dan mencegah adanya cekcok antara anggota keluarga, terutama karena ada beberapa hal yang harus dilakukan di ruang umum, contohnya mengadakan kelas online piano. Kebetulan piano dan piano elektrik kami terletak di ruang umum. 😊
Walau sudah dibikin jadwal, kadang di antara kami masih ada yang tidak patuh dan ya….ujungnya misuh-misuh. Hahahaha.


Untuk orang yang strict masalah waktu seperti saya, pembuatan jadwal harian ini sangat berguna. Saya pribadi selalu berusaha untuk mengikuti jadwal yang disepakati dan berusaha akurat dalam hal timing. Kalau saya bilang bahwa saya akan cuci piring dalam waktu 7 menit, saya betul-betul akan cuci dalam waktu 7 menit. Kalau saya bilang saya butuh latihan piano pada jam 10-11, saya akan standy di dekat piano jam 9.55 dan selesai jam 11 paas atau sebelumnya agar tidak mengganggu jadwal orang lain. 

Makanya bagi beberapa kerabat atau anggota keluarga yang agak santai, mereka mungkin ngecap saya lebay atau sok perfect. Ya piyeeee.. saya mengahargai setidap detik dan saya paling anti rebut-ribut ndak penting. 
Saya pinginnya damai-damai aja gitu loh..  Hidup di dunia cuma sebentar, jangan apa-apa diributkan. 😆

Di akhir post ini, saya akan mencoba membuat sebuah kesimpulan sederhana. Dari apa yang saya telaah, kunci utama untuk tetap damai dan waras dalam menghadapi beberapa perubahan di masa pandemi ini, yaitu SALING. Semua butuh saling bekerja sama dengan baik, saling menghargai, dan saling-saling lain yang sudah saya sebutkan sebelumnya.

Sebenarnya kita harus SALING bukan di masa pandemi aja, tapi sebaiknya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.


Saya bukan ahli rumah tangga, pun ahli apa-apa. Ini hanya pandangan dan opini saya dari apa yang saya lihat, rasakan, hadapi, dan pelajari.

Teman-teman, memaafkan memang baik, tapi lebih baik tidak duluan menjadi batu sandungan bagi orang lain.


Selamat hari Kamis. Selamat Hari Waisak bagi teman-teman yang merayakan. Damai di dunia. Semoga semua mahkluk berbahagia.



No comments:

Post a Comment